Minggu, 20 Maret 2016

Teori Pembelajaran Bahasa Indonesia

Setiap orang hidup tidak bisa terlepas dengan bahasa. Bahkan salah satu perbedaan mencolok antara manusia dengan makhluk lainnya adalah kemampuan dalam mendiskripsikan  kata-kata dan penggunaan kosa kata dalam berbahasa. Sehingga bahasa selalu menarik untuk diamati, dikaji dan diteliti. 

Menurut Ibnu Jinni Bahasa merupakan sistem bunyi yang memiliki makna tertentu sebagai upaya untuk menyalurkan apa yang dirasakan oleh seseorang. Seorang anak yang baru dilahirkan dari Rahim ibunya, panca indra yang berfungsi pertama kali adalah telinga. Oleh karena itu, dalam hukum islam, seorang bayi yang baru dilahirkan disunahkan untuk dikumandangkan adzan di telinga kanan dan telinga kirinya. Hal ini dapat menstimulasi kemampuan indra pendengar anak. Dan pada kegiatan inilah anak pertama kali mendengarkan bahasa.  

Menginjak pertambahan usia dan pertumbuhan fisik serta perkembangan kognitifnya anak mulai dapat mendengar bunyi-bunyi yang ada disekelilingnya. Termasuk yang paling utama adalah bunyi-bunyi yang sering kali diucapkan oleh seorang ibu. Sebab di usia balita, sebagian besar waktu anak adaah bersama ibunya. Sehingga beberapa ilmuwan berpendapat bahwa bahasa pertama yang dikenal anak adalah bahasa ibu. 


Seorang ibu biasanya selalu mengajak anaknya berbicara. Ibu bercerita banyak hal kepada anaknya. Semula anak hanya diam saja sebab anak belum memahami bahasa apa, apa artinya dan apa maksud dari perkataan ibunya.  Namun lama-kelamaan anak akan dapat mengerti dan memberikan respon dari perkataan ibunya. Dalam pembelajaran Bahasa ada beberapa teori, yaitu teori behavioristic, teori nativistik, teori kogtiv yang berkembang menjadi konstruktivistik, teori fungsionalis, interaksionis dan pragmatis.

Pada pelaksanaan pembelajaran bahasa yang menggunakan teori behavioristic, anak akan diperkenalkan bahasa mulai dari unsur terkecil yakni huruf, dikembangkan menjadi suku kata, kemudian menjadi kata, kata disusun menjadi kalimat dan kalimat disusun menjadi teks. Cara belajar ini diantaranya diterapkan dalam kurikulum 1994. 

Teori nativistik meyakini bahwa kemampuan bahasa anak merupakan bawaan lahir, sehingga tindakan apapun tidak akan berpengaruh pada kemampuan anak. Hanya saja penganut teori nativistik memahami bahwa setiap individu memiliki LAD (language acquation device) yang mampu mengolah informasi-informasi kebahasaan anak.  Sehingga semakin bertambahnya kemampuan anak dalam berbahasa bukan karena ada pengaruh eksternal tapi karena telah berfungsinya secara maksimal LAD yang dimiliki masing-masing anak.

Teori kognitivisme atau konstruktivisme saat ini mulai digunakan dalam kurikulum 2013. Pada implementasi pembelajaran bahasa yang menggunakan teori konstruktivisme anak akan diajarkan bahasa bukan dari huruf (satuan terkecil bahasa) melainkan langsung dari teks, seperti yang dapat diamati dari buku-buku tematik siswa yang langsung menggunakan teks atau syair-syair lagu. Dari teks itulah siswa belajar unsur-unsur teks. Sehingga dari teks siswa akan dapat memahami kalimat, kata lebih kecil lagi suku kata dan yang terkecil yaitu huruf. 

Pada anak balita, ia akan menggunakan teori konstruktivisme ketika tidak mendapatkan apa yang diinginkannya sebab tidak tepat dalam mengucapkan. Seperti contoh, saat anak mengucapkan “pel..pel..”, seorang ibu akan bertanya “apa nak, apel?”. Diambilkan lah apel, lalu anak tersebut menolak. Sebab ibu belum paham apa yang dimaksud anaknya, sehingga anak akan menunjuk perutnya untuk menjelaskan apa yang diinginkannya. Baru ibu paham dan mengucapkan “o…laperr”. Maka dari jawaban ibu itulah anak kemudian mengkonstruksi pamahamannya bahwa kalau menunjukkan rasa lapar bilangnya “laper bukan pel”, dan untuk beberapa anak yang cedal, ia mengucapkannya dengan “lapel”.

Semoga dengan memahami perkembangan kemampuan anak dalam berbahasa dan memahami teori-teori belajar bahasa diharapkan orang tua dan pendidik dapat memfasilitasi belajar anak-anak kita dengan cara tepat dan efektif. Semoga bermanfaat.
 
Untuk belajar bahasa dengan teori fungsionalis, interaksionis dan fungsionalis insyaAllah menyusul.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar